PENTINGNYA MEDIA YANG RESPONSIBLE DALAM MENDUKUNG PENYINTAS KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS DIGITAL

PENTINGNYA MEDIA YANG RESPONSIBLE DALAM MENDUKUNG PENYINTAS KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS DIGITAL

Adanya pandemi berdampak kepada pemaksaan orang untuk hidup dalam dunia maya, dan membatasi kehidupan didunia nyata demi mencegah penularan virus Covid-19 telah berdampak kepada bentuk kekerasan baru yaitu kekerasan gender berbasis online. Kekerasan yang dimaksudkan adalah sebuahh serangan terhadap tubuh, seksualitas, dan identitas gender seseorang yang difasilitasi teknologi digital. Data terakhir di tahun 2021 menunjukkan kekerasan gender berbasis online diestimasi akan meningkat lebih dari 40% tahun ini. Terdapat 281 kasus tercatat sepanjang 2019, sementara terdapat 659 kasus dalam rentang waktu 10 bulan terakhir saja. Kasus ini juga didukung dengan adanya fakta dilapangangan bahwa penelitian terakhir membuktikan sebagian besar korban berasal dari generasi muda. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar yang menggunakan internet adalah anak muda baik untuk bekerja ataupun belajar. Dari aspek gender, mereka yang rentan menjadi korban adalah perempuan, yaitu 71%. Namun, sangat di sayangnya hingga detik ini Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas mengenai kekerasan berbasis gender online.

Dalam kasus ini media berperan penting dalam menyumbangkan angka peningkatan kekerasan seksual gender berbasis online.  Terlihat fakta di lapangan masih banyak media online yang banyak memberikan judul-judul berita yang kontroversial terhadap kasus yang tengah booming di masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan rating media online tersebut. Tentu hal ini sangat bertentangan dalam pemberantasan kasus kekerasan seksual. Beberapa strategi telah diusulkan untuk menanggapi ancaman kekerasan berbasis gender selama pandemi; sebagian besar melibatkan beban sistem dan fasilitas perawatan kesehatan yang sudah kewalahan (Roesch et al., 2020). Selanjutnya, perhatian yang lebih besar telah diberikan pada perawatan dan pengelolaan perempuan yang menjadi korban kekerasan dengan fokus yang relatif kecil pada strategi pencegahan.

Salah satu strategi tingkat populasi untuk mengurangi risiko kekerasan seksual gender berbasis digital mungkin adalah pelaporan media yang bertanggung jawab. Pelaporan media yang tidak sensitif dan tidak etis tentang kasus ini memiliki konsekuensi langsung pada bagaimana masyarakat memahami fenomena tersebut; namun demikian, beberapa pelanggaran dalam pelaporan telah diamati (Ghosh, 2020; Shandilya, 2020). Mengingat skenario ini, kami mengusulkan beberapa rekomendasi dengan tujuan kembar untuk mempromosikan kesadaran tentang peran media dalam pencegahan kasus ini dan untuk mempromosikan pelaporan yang seimbang dari insiden tersebut.

Sehingga peran media yang responsible dan friendly tentunya sangat dituntut pada saat ini. Hal ini bertujuan agar para korban dapat menyuarakan hak mereka untuk memperoleh keadilan terhadap apa yang telah mereka alami tanpa adanya kecemasan terhadap dampak yang akan mereka dapatkan. Adapun berikut ini adalah beberapa hal yang sudah semestinya para media online maupun cetak dalam menanamkan prinsip dalam menyikapi adanya pelaporan kasus kekerasan seksual yaitu;

  • media harus hendaknya harus menghindari dalam menyebutkan rincian identitas korban (seperti usia/pekerjaan), lokasi kejadian (seperti bangunan terbengkalai, gudang tua), foto lokasi, deskripsi langkah-langkah yang terlibat dalam kejahatan (seperti memikat wanita dengan dalih pernikahan) dan bahasa yang menghakimi (tentang riwayat penyintas, pakaian, keberadaan pada saat peristiwa). Menyebutkan rincian ini dalam laporan dapat berkontribusi pada mempermalukan korban selain memberikan petunjuk kepada pelaku.
  • Fokus pada penyediaan rincian layanan dukungan seperti hotline, tempat penampungan dan pusat krisis dan menarik perhatian pada cerita-cerita positif tentang ketahanan dan pemberdayaan karena para penyintas sering bertindak sebagai agen perubahan. Selain itu, penempatan laporan yang menonjol (halaman depan) dapat membantu dalam membangun kesadaran tentang masalah tersebut.
  • Memprioritaskan keselamatan penyintas, hak atas martabat, kerahasiaan, perlindungan dari pembalasan dendam atau bahaya dan juga mempertimbangkan bagaimana sebuah berita media berpotensi melanggar salah satu prinsip inti ini (Federasi Internasional Jurnalis, 2014).
  • Wartawan media dapat menambahkan konteks pada insiden individu dengan mengacu pada seluruh spektrum kekerasan seksual, melaporkan data tentang prevalensi kekerasan seksual dan isu-isu terkait di wilayah itu, menangkal mitos dan sikap usang dan juga menghubungi para ahli untuk mendidik pembaca/pemirsa. (Pelaporan tentang Kekerasan Seksual, 2013)
  • Membuat pedoman media khusus yang disahkan secara legalitas di setiap negara mereka bernaung.
  • Menyebutkan konsekuensi bagi pelaku kekerasan agar hal ini dapat memberikan pelajaran bagi para pelaku kekerasan seksual, mulai dari undang-undang hingga resiko akan dikucilkan di lingkungan masyarakat.
  • Memantau sinetron/serial televisi yang menggambarkan kekerasan seksual agar tidak menjadi contoh bagi para penontonnya.
  • Organisasi berita harus menahan diri agar tidak memposting berita terkini di portal media online mereka pribadi termasuk media sosial, sampai semua fakta kasus telah dipastikan akan kebenarannya. Juga, portal media tertentu memungkinkan pembaca online untuk mengirim komentar; karenanya organisasi media harus meninjau, memantau, dan menyensor komentar dengan tepat. (Pelaporan tentang Kekerasan Seksual, 2013)
Selain itu diperlukan juga kesadaran mengenai bagaimana media berperan dalam pencegahan kekerasan seksual gender berbasis digital maupun di dunia nyata, yaitu sebagai berikut;
  • Mengingat tekanan terus-menerus pada personel media untuk membuat konten yang layak diberitakan. Kecil kemungkinan bahwa penyusunan pedoman, secara terpisah, akan secara dramatis meningkatkan pelaporan media tentang kekerasan seksual. Melainkan lebih kepada pendekatan kolaboratif antara pemerintah, media dan profesional kesehatan yang memperhitungkan hambatan dan perspektif media. Profesional diperlukan untuk mengembangkan solusi yang berkelanjutan dan memiliki serapan yang lebih baik.
  • Menjadikan liputan media yang bertanggung jawab tentang kekerasan seksual sebagai bagian wajib dari kurikulum pelatihan bagi jurnalis dan editor.
  • Saluran televisi dapat mempertimbangkan untuk mengadakan acara bincang-bincang atau wawancara berkala dengan para ahli tentang berbagai aspek kekerasan berbasis gender dan kejahatan terhadap perempuan.
  • Lembaga pemantau media nasional sebagai badan yang memiliki dua tujuan utama yaitu pertama, untuk memantau kualitas artikel berita yang menggambarkan kekerasan seksual di media setiap hari dan kedua untuk meningkatkan kesadaran tentang peran media sebagai pencegahan tingkat populasi strategi untuk menghadapi ancaman tersebut. Badan ini juga dapat ditugaskan untuk memberikan pelatihan reguler kepada personel media dalam hal ini.

Pada kesimpulannya media sangat berperan dalam meningkatkan kesadaran bagi masyarakat dalam kasus kekerasan seksual gender berbasis digital dan kejahatan digital lainnya yang telah meningkat begitu pesat. Melalui pendekatan kolaboratif yang menggabungkan pelaporan sensitif bersama dengan advokasi, kepekaan dan dukungan untuk personel media akan berkontribusi dalam membatasi ancaman tersebut. Selain itu juga diperlukannya dukungan positif kepada korban pelecehan seksual oleh orang tua, keluarga dan teman diyakini sebagai faktor paling penting dalam membantu mereka menyesuaikan diri setelah pelecehan dan dalam mengurangi risiko gejala sisa yang berkembang, atau efek setelahnya, lebih khusus lagi dalam kasus ini termasuk dari korban yang masih di bawah umur. Dukungan termasuk, memercayai korban setelah pengungkapan apa yang telah terjadi dan bukan menghakimi nya. Sehingga diharapkan melalui opini ini kekerasan seksual gender berbasis online dapat diberantas dan para korban mendapatkan hak serta dapat bangkit dari keterpurukan.

Daftar Pustaka:

Assault, M. C. A. S. (2013). Reporting on sexual violence: a guide for journalists.

FHUI, H., 2021. Kekerasan seksual di internet meningkat selama pandemi dan sasar anak muda: kenali bentuknya dan apa yang bisa dilakukan? Oleh Lidwina Inge Nurtjahyo - Fakultas Hukum Universitas Indonesia. [online] Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Available at: <https://law.ui.ac.id/v3/kekerasan-seksual-di-internet-meningkat-selama-pandemi-dan-sasar-anak-muda-kenali-bentuknya-dan-apa-yang-bisa-dilakukan-oleh-lidwina-inge-nurtjahyo/> [Accessed 4 April 2022].

Ghosh, A. (2020). The Media Needs to Use Better Images When It Reports Rape. Feminism in India, January, 13.

Menon, V., Pattnaik, J. I., Bascarane, S., & Padhy, S. K. (2020). Role of media in preventing gender-based violence and crimes during the COVID-19 pandemic. Asian journal of psychiatry, 54, 102449.

Menon, V., Pattnaik, J., Bascarane, S. and Padhy, S., 2020. Role of media in preventing gender-based violence and crimes during the COVID-19 pandemic. Asian Journal of Psychiatry, 54, p.102449.

Roesch, E., Amin, A., Gupta, J., & GarcĂ­a-Moreno, C. (2020). Violence against women during covid-19 pandemic restrictions. Bmj, 369.

-----------------------------------------

Hi guys jadi ini opini yang aku buat untuk lomba, but I lose hahahah.. Oke I will try it again..



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara melakukan pembayaran Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa UNSIKA terbaru

PMB UNSIKA 2021 Jalur SNMPTN, Rata-rata nilai, daya tampung, peminat dan keketatanya

Keketatan dan Daya Tampung SNBT UNSIKA 2023