Analisis Standar kebijakan pendidikan terhadap PAUD


Analisis 8 Standar kebijakan pendidikan terhadap PAUD

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang sebuah proses penanaman ilmu pengetahuan apalagi yang ingin diberikan kepada anak usia dini. Sebuah proses pendidikan membutuhkan sebuah pemikiran dan sebuah cara yakni berfilsafat dalam hal memberikan yang terbaik bagi pendidikan demi kemajuan pendidikan bangsa dan demi tercapainya tujuan pendidikan bangsa yang jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Dalam filsafat pendidikan anak usia dini ada hal sangat perlu di perhatikan dan dipikirkan secara matang sebelum menghadapi anak dalam proses pembelajaran yakni bagaimana peran seorang guru dalam memberikan pelajaran dan bagaimana seorang guru mampu untuk memancing kekreatifitasan anak demi pembentukan karakter anak yang baik.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pondasi bagi perkembangan kualitas sumber daya manusia selanjutnya. Karena itu peningkatan penyelenggaraan PAUD sangat memegang peranan yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa mendatang. Arti penting mendidik anak sejak usia dini dilandasi dengan kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa keemasan (the golden age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan fisik, motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan pesat. Selain itu anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang bermain. Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam, sehingga dikemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ?
3. Apa saja permasalahan yang terjadi di dalam Pedidikan Anak Usia Dini serta menganalisis permasalahan tersebut ?
4. Bagaimana pengimlementasian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap sampel PAUD Qurrata A’yun ?
5. Apa solusi untuk memecahkan permasalahan yang ada di PAUD ?

1.3 Tujuan pembahasan
1. Mengetahui pengertian dari lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
2. Mengetahui kebijakan pemerintah terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
3. Mengetahui permasalahan yang terjadi didalam lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
4. Mengetahui pengimplementasian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap sampel PAUD Qurrata A’yun 
5. Mengetahui solusi dan inovasi dari permasalahan yang terjadi di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) secara umum adalah suatu upaya pembinaan yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan kepada anak sejak lahir sampai dengan berusia enam tahun. PAUD  bertujuan  untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 28 menyebutkan bahwa: (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan mela lui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. (4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Sebagai implementasi dari undang-undang tersebut Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dimana salah satu ketentuannya menyebutkan bahwa pendidik anak usia dini wajib memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum D-IV atau S1 serta kompetensi sebagai pendidik. Para calon guru yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 dan kompetensi sebagai pendidik, selanjutnya harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Pada tahun 2014 juga pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 137 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 146 Tahun 2014 tentang Implementasi Kurikulum 2013 PAUD. 
Selain perundang-undangan, telah ditetapkan pula kebijakan pemerintah berkenaan dengan tugas dan ekspektasi kinerja guru PAUD (Ditjen Dikti, 2006). Arah kebijakan tersebut berkenaan dengan pengembangan konsep PAUD, pengembangan pendidikan guru anak usia dini, pengembangan anak sesuai dengan potensinya secara optimal, serta pengembangan sarana dan prasarananya. Program PAUD sudah menjadi komitmen nasional dan internasional. komitmen internasional untuk memperluas pelayanan PAUD tertuang dalam Deklarasi Dakkar dengan bertekad memberikan pelayanan semua anak pada tahun 2015. Komitmen Indonesia terhadap PAUD tampak jelas dengan masuknya PAUD dalam Sistem pendidikan nasional. Pemerintah berupaya keras mewujudkan target tersebut sehingga meluncurkan Gerakan PAUDISASI, Satu Desa Satu PAUD, Bunda PAUD Nasional sampai Desa bahkan sudah mulai merumuskan wacana Wajib PAUD bagi anak 5-6 tahun. Namun satu yang harus dipastikan, bagaimana mengupayakan Guru PAUD yang kompeten bagi setiap anak, yang kualified dibingkai karakter sejati mengingat kesalahan mendidik pada usia dini dapat bersifat permanen yang tak bisa diperbaiki lagi di masa berikutnya. 
Maka penting bagi kita semua untuk menjaga dan menjamin mutu setiap guru PAUD di layanan manapun mereka berada, karena Guru adalah nyawanya perubahan SDM bangsa melalui pendidikan (Herawati, 2015).

2.2  Kebijakan Pemerintah terhadap Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini 
Ada sejumlah kebijakan pemerintah yang sudah diterapkan dari tahun 2019, salah satunya berdampak untuk anak. Kebijakan tersebut berlaku baik dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Berikut adalah 4 kebijakan pemerintah untuk anak yang sudah berlaku dari tahun 2019.
a. Pendidikan Anti-Korupsi Dimasukkan dalam Kurikulum
Kesadaran anti-korupsi memang harus ditanamkan sejak dini. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berkomitmen untuk memasukkan pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum jenjang sekolah dasar, menengah, dan tinggi.
Ide pendidikan anti-korupsi datang dari KPK dan disepakati oleh 4 institusi kementerian, yakni Kemendikbud, Kemendagri, Kemenristekdikti, dan Kemenag. Meski begitu, subjek ini tidak menjadi mata pelajaran baru. Namun akan diimplementasikan dalam program-program yang lebih kreatif.
b. Sistem Zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru
Kebijakan ini telah ditetapkan oleh Kemendikbud demi mempercepat pemerataan pendidikan dan program wajib belajar 12 tahun. Dengan sistem zonasi ini, siswa harus belajar di sekolah yang berdekatan atau satu kawasan dengan tempat tinggalnya berdasarkan alamat di Kartu Keluarga.
Sebenarnya sistem ini sudah diterapkan sejak 2017, namun belum semua sekolah negeri. Pada tahun ajaran 2019/2020 mendatang, PPDB dengan sistem zonasi bisa dimulai sejak awal tahun, bukan menjelang tahun ajaran baru seperti tahun-tahun sebelumnya.
Menariknya tak hanya murid-murid yang harus mengikuti sistem zonasi, melainkan juga guru. Mulai 2019 ini, guru juga dirotasi berdasarkan sistem zonasi demi pemerataan kualitas guru di setiap sekolah.

c. Imunisasi MR jadi Program Imunisasi Nasional
Pemberian vaksin MR (Measles Rubella) yang diprogramkan Kemenkes sempat diragukan masyarakat muslim karena dalam pembuatannya menggunakan bahan enzim babi. Meski begitu, MUI mengeluarkan fatwa bahwa vaksin MR masih diperbolehkan bagi umat muslim mengingat, sampai saat ini belum ada vaksin MR yang halal. 
Pada 2019 imunisasi MR siap menjadi program imunisasi nasional rutin. Sebelumnya imunisasi MR serentak di Pulau Jawa telah dilakukan pada Agustus-September 2017 lalu. Sementara di luar Pulau Jawa telah dilaksanakan lewat kampanye Imunisasi MR fase II pada Agustus-September 2018.
d.  Pemerintah Daerah Wajib Gelar PAUD
Kemendikbud juga mewajibkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mulai berlaku 1 Januari 2019. Pada pasal 5, dijelaskan bahwa tiap kabupaten/kota wajib memiliki SPM pendidikan, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini (PAUD). Fasilitas PAUD ini bisa dimanfaatkan untuk anak usia 5-6 tahun.
Adapun dalam pelaksanaannya pemerintah daerah mewajibkan setiap lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) harus memenuhi persyaratan standarisasi nasional, yaitu sebagai berikut:
1) Standar tingkat pencapaian perkembangan anak.
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak merupakan acuan untuk mengembangkan standar isi, proses, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, serta pembiayaan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak merupakan acuan yang dipergunakan dalam pengembangan kurikulum PAUD. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak pada akhir layanan PAUD disebut sebagai Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar merupakan pencapaian perkembangan anak yang mengacu kepada Kompetensi Inti.
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak merupakan pertumbuhan dan perkembangan anak yang dapat dicapai pada rentang usia tertentu. Pertumbuhan anak merupakan pertambahan berat dan tinggi badan yang mencerminkan kondisi kesehatan dan gizi yang mengacu pada panduan pertumbuhan anak dan dipantau menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan yang meliputi Kartu Menuju Sehat (KMS), Tabel BB/TB, dan alat ukur lingkar kepala. Perkembangan anak merupakan integrasi dari perkembangan aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional, serta seni. Perkembangan merupakan perubahan perilaku yang berkesinambungan dan terintegrasi dari faktor genetik dan lingkungan serta meningkat secara individual baik kuantitatif maupun kualitatif. Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal membutuhkan keterlibatan orang tua dan orang dewasa serta akses layanan PAUD yang bermutu.
Pentahapan usia dalam Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak terdiri dari:
Tahap usia lahir – 2 tahun, terdiri atas kelompok usia: Lahir – bulan, 3- 6 bulan, 6 – 9 bulan, 9 -12 bulan, 12 – 18 bulan, 18 – 24 bulan;
Tahap usia 2 – 4 tahun, terdiri atas kelompok usia: 2 – 3 tahun dan 3 – 4 tahun; dan
Tahap usia 4 – 6 tahun, terdiri atas kelompok usia: 4 – 5 tahun dan 5 – 6 tahun.

2) Standar isi
Lingkup materi Standar Isi meliputi program pengembangan yang disajikan dalam bentuk tema dan sub tema. Tema dan sub tema disusun sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, tahap perkembangan anak, dan budaya lokal. Pelaksanaan tema dan sub tema dilakukan dalam kegiatan pengembangan melalui bermain dan pembiasaan. Tema dan sub tema dikembangkan dengan memuat unsur-unsur nilai agama dan moral, kemampuan berpikir, kemampuan berbahasa, kemampuan sosial-emosional, kemampuan fisik-motorik, serta apresiasi terhadap seni.
Lingkup perkembangan sesuai tingkat usia anak meliputi aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni. Nilai agama dan moral meliputi kemampuan mengenal nilai agama yang dianut, mengerjakan ibadah, berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama, menghormati, dan toleran terhadap agama orang lain.
Fisik-motorik meliputi motorik kasar mencakup kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi, lentur, seimbang, lincah, lokomotor, non-lokomotor, dan mengikuti aturan, motorik halus mencakup kemampuan dan kelenturan menggunakan jari dan alat untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk, dan kesehatan dan perilaku keselamatan, mencakup berat badan, tinggi badan, lingkar kepala sesuai usia serta kemampuan berperilaku hidup bersih, sehat, dan peduli terhadap keselamatannya.
Kognitif meliputi belajar dan pemecahan masalah, mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru, berfikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana, dan mengenal sebab-akibat, dan berfikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal, menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf, serta mampu merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk gambar.
Bahasa terdiri atas memahami bahasa reseptif, mencakup kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi dan menghargai bacaan, mengekspresikan bahasa, mencakup kemampuan bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi secara lisan, menceritakan kembali yang diketahui, belajar bahasa pragmatik, mengekspresikan perasaan, ide, dan keinginan dalam bentuk coretan, dan keaksaraan, mencakup pemahaman terhadap hubungan bentuk dan bunyi huruf, meniru bentuk huruf, serta memahami kata dalam cerita. 
Sosial-emosional meliputi kesadaran diri, terdiri atas memperlihatkan kemampuan diri, mengenal perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaian diri dengan orang lain, rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan mengetahui hak-haknya, mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama, dan perilaku prososial, mencakup kemampuan bermain dengan teman sebaya, memahami perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat orang lain; bersikap kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan.
Seni meliputi kemampuan mengeksplorasi dan mengekspresikan diri, berimajinasi dengan gerakan, musik, drama, dan beragam bidang seni lainnya (seni lukis, seni rupa, kerajinan), serta mampu mengapresiasi karya seni, gerak dan tari, serta drama.

3) Standar Proses
Standar Proses mencakup: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengawasan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, karakteristik anak, dan budaya lokal yang meliputi program semester (Prosem), rencana pelaksanaan pembelajaran mingguan (RPPM), dan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH). Perencanaan pembelajaran disusun oleh pendidik pada satuan atau program PAUD.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, kontekstual dan berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis anak. Interaktif merupakan proses pembelajaran yang mengutamakan interaksi antara anak dan anak, anak dan pendidik, serta anak dan lingkungannya. Inspiratif merupakan proses pembelajaran yang mendorong perkembangan daya imajinasi anak. Menyenangkan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dalam suasana bebas dan nyaman untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kontekstual merupakan proses pembelajaran yang terkait dengan tuntutan lingkungan alam dan sosial-budaya. Berpusat pada anak merupakan proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan karakteristik, minat, potensi, tingkat perkembangan, dan kebutuhan anak.
Pelaksanaan pembelajaran harus menerapkan prinsip kecukupan jumlah dan keragaman jenis bahan ajar serta alat permainan edukatif dengan peserta didik dan kecukupan waktu pelaksanaan pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian. Pelaksanaan pembelajaran mencakup kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pembukaan pembelajaran merupakan upaya mempersiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk melakukan berbagai aktivitas belajar. Kegiatan inti merupakan upaya pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan bermain yang memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada anak sebagai dasar pembentukan sikap, perolehan pengetahuan dan keterampilan. Kegiatan penutup merupakan upaya menggali kembali pengalaman bermain anak yang telah dilakukan dalam satu hari, serta mendorong anak mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya.
Evaluasi pembelajaran mencakup evaluasi proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik untuk menilai keterlaksanaan rencana pembelajaran. Evaluasi hasil pembelajaran dilaksanakan oleh pendidik dengan membandingkan antara rencana dan hasil pembelajaran. Hasil evaluasi sebagai dasar pertimbangan tindak lanjut pelaksanaan pengembangan selanjutnya.
Pengawasan pembelajaran merupakan proses penilaian dan/atau pengarahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Pengawasan pembelajaran dilakukan dengan teknik supervisi pendidikan. Pengawasan pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan atau program PAUD terhadap Guru PAUD/Guru Pendamping/Guru Pendamping Muda secara berkala minimum satu kali dalam satu bulan.
4) Standar Penilaian
Standar Penilaian merupakan kriteria tentang penilaian proses dan hasil pembelajaran anak dalam rangka pemenuhan standar tingkat pencapaian perkembangan sesuai tingkat usianya. Penilaian proses dan hasil pembelajaran anak mencakup: prinsip penilaian, teknik dan instrumen penilaian, mekanisme penilaian, pelaksanaan penilaian, dan pelaporan hasil penilaian.
Prinsip penilaian mencakup prinsip edukatif, otentik, obyektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan secara terintegrasi, berkesinambungan, dan memiliki kebermaknaan. Prinsip edukatif merupakan penilaian yang mendorong anak meraih capaian perkembangan yang optimal. Prinsip otentik merupakan penilaian yang berorientasi pada kegiatan belajar yang berkesinambungan dan hasil belajar yang mencerminkan kemampuan anak saat melaksanakan kegiatan belajar. Prinsip objektif merupakan penilaian yang didasarkan pada indikator capaian perkembangan serta bebas dari pengaruh subjektivitas penilai dan yang dinilai. Prinsip akuntabel merupakan pelaksanaan penilaian sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas, serta ditetapkan pada awal pembelajaran. Prinsip transparan merupakan penilaian prosedur dan hasil penilaian yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
Teknik penilaian sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan anak. Instrumen penilaian terdiri atas instrumen penilaian proses dalam bentuk catatan menyeluruh, catatan anekdot, rubrik dan/atau instrumen penilaian hasil kemampuan anak. Hasil akhir penilaian merupakan integrasi antara berbagai teknik dan instrumen penilaian yang digunakan.
Mekanisme penilaian terdiri atas: menyusun dan menyepakati tahap, teknik, dan instrumen penilaian serta menetapkan indikator capaian perkembangan anak, melaksanakan proses penilaian sesuai dengan tahap, teknik, dan instrumen penilaian, mendokumentasikan penilaian proses dan hasil belajar anak secara akuntabel dan transparan, dan melaporkan capaian perkembangan anak pada orang tua.
Pelaksanaan penilaian dilakukan menggunakan mekanisme yang sesuai dengan rencana penilaian. Pelaksanaan penilaian dilakukan oleh pendidik PAUD/Guru.
Pelaporan hasil penilaian berupa deskripsi capaian perkembangan anak yang berisi tentang keistimewaan anak, kemajuan dan keberhasilan anak dalam belajar, serta hal-hal penting yang memerlukan perhatian dalam pengembangan diri anak selanjutnya. Pelaporan penilaian secara tertulis sebagai bentuk laporan perkembangan belajar anak. Hasil penilaian dalam bentuk laporan perkembangan anak disampaikan kepada orang tua dalam kurun waktu semester. Hasil penilaian ditindaklanjuti dalam kegiatan berikutnya.

5) Standar pendidik dan tenaga kependidikan
Pendidik anak usia dini merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pelatihan, pengasuhan dan perlindungan. Pendidik anak usia dini terdiri atas guru PAUD, guru pendamping, dan guru pendamping muda. Tenaga kependidikan anak usia dini merupakan tenaga yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan dan atau program PAUD. Tenaga Kependidikan terdiri atas Pengawas TK/RA/BA, Penilik KB/ TPA/SPS, Kepala PAUD (TK/RA//BA/KB/TPA/SPS), Tenaga Administrasi, dan tenaga penunjang lainnya. Pendidik dan Tenaga Kependidikan anak usia dini memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang dipersyaratkan, sehat jasmani, rohani/mental, dan sosial.
Kualifikasi Akademik Guru PAUD memiliki ijazah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini yang diperoleh dari program studi terakreditasi atau memiliki ijazah diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) kependidikan lain yang relevan atau psikologi yang diperoleh dari program studi terakreditasi dan memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Guru (PPG) PAUD dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
Kompetensi Guru PAUD dikembangkan secara utuh mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kualifikasi Akademik Guru Pendamping memiliki ijazah D-II PGTK dari Program Studi terakreditasi, atau memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan/pendidikan/kursus PAUD jenjang guru pendamping dari lembaga yang kompeten dan diakui pemerintah. Kompetensi Guru Pendamping mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Kualifikasi akademik Guru Pendamping Muda memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, dan memiliki sertifikat pelatihan/pendidikan/kursus PAUD jenjang pengasuh dari lembaga yang kompeten dan diakui pemerintah. Kompetensi Guru Pendamping Muda mencakup pemahaman dasar-dasar pengasuhan, keterampilan melaksanakan pengasuhan, bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan tingkat usia anak.
Kualifikasi Akademik Pengawas atau Penilik PAUD memiliki ijazah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) Kependidikan yang relevan dengan sistem pendidikan anak usia dini dari Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Pendidik dan Tenaga Kependidikan, memiliki pengalaman minimum 3 (tiga) tahun sebagai guru PAUD dan minimum 2 (dua) tahun sebagai kepala satuan PAUD bagi pengawas PAUD, memiliki pengalaman minimum 5 (lima) tahun sebagai pamong belajar atau guru PAUD dan kepala satuan PAUD bagi penilik PAUD, memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil, memiliki usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun pada saat diangkat menjadi pengawas atau penilik PAUD, memiliki sertifikat lulus seleksi calon pengawas atau penilik PAUD dari lembaga yang kompeten dan diakui pemerintah, dan memiliki sertifikat pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas atau penilik dari lembaga pemerintah yang kompeten dan diakui.
Kompetensi pengawas atau penilik PAUD mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi penelitian dan pengembangan, kompetensi supervisi akademik, dan kompetensi evaluasi pendidikan.
Kualifikasi Akademik Kepala TK/RA/BA dan sejenis lainnya memiliki kualifikasi akademik sebagaimana yang dipersyaratkan pada kualifikasi guru, memiliki usia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun pada saat diangkat menjadi kepala PAUD, memiliki pengalaman minimum 3 (tiga) tahun sebagai guru PAUD, memiliki pangkat/golongan minimum Penata Muda Tingkat I, (III/b) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan atau program PAUD dan bagi non-PNS disetarakan dengan golongan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang, memiliki sertifikat lulus seleksi calon Kepala PAUD dari lembaga yang kompeten dan diakui pemerintah.
Kualifikasi Akademik Kepala KB/TPA/SPS memiliki kualifikasi akademik sebagaimana dipersyaratkan pada kualifikasi guru pendamping, memiliki usia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun pada saat diangkat sebagai kepala PAUD, memiliki pengalaman mengajar minimum 3 (tiga) tahun sebagai guru pendamping, memiliki sertifikat lulus seleksi calon kepala KB/TPA/SPS dari lembaga pemerintah yang kompeten, dan memiliki sertifikat pendidikan dan pelatihan Kepala Satuan PAUD dari lembaga yang kompeten dan diakui pemerintah.
Kompetensi Kepala lembaga PAUD mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, dan kompetensi supervisi. Kualifikasi akademik tenaga administrasi PAUD memiliki ijazah minimum Sekolah Menegah Atas (SMA). Kompetensi tenaga administrasi satuan atau program PAUD memenuhi kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi manajerial.

6) Standar sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan perlengkapan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini. Pengadaan sarana dan prasarana perlu disesuaikan dengan jumlah anak, usia, lingkungan sosial dan budaya lokal, serta jenis layanan. Prinsip pengadaan sarana prasarana meliputi aman, bersih, sehat, nyaman, dan indah, sesuai dengan tingkat perkembangan anak, memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada di lingkungan sekitar, dan benda lainnya yang layak pakai serta tidak membahayakan kesehatan anak. Persyaratan sarana prasarana terdiri atas:
TK/RA/BA dan sejenisnya dengan persyaratan, meliputi memiliki luas lahan minimal 300 m2 (untuk bangunan dan halaman), memiliki ruang kegiatan anak yang aman dan sehat dengan rasio minimal 3 m2 per-anak dan tersedia fasilitas cuci tangan dengan air bersih, memiliki ruang guru, memiliki ruang kepala, memiliki ruang tempat UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dengan kelengkapan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), memiliki jamban dengan air bersih yang mudah dijangkau oleh anak dengan pengawasan guru, memiliki ruang lainnya yang relevan dengan kebutuhan kegiatan anak, memiliki alat permainan edukatif yang aman dan sehat bagi anak yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia), memiliki fasilitas bermain di dalam maupun di luar ruangan yang aman dan sehat, dan memiliki tempat sampah yang tertutup dan tidak tercemar, dikelola setiap hari.
Kelompok Bermain (KB) meliputi memiliki jumlah ruang dan luas lahan disesuaikan dengan jumlah anak, luas minimal 3 m2 per-anak, memiliki ruang dan fasilitas untuk melakukan aktivitas anak di dalam dan di luar dapat mengembangkan tingkat pencapain perkembangan anak, memiliki fasilitas cuci tangan dan kamar mandi/jamban yang mudah dijangkau oleh anak yang memenuhi persyaratan dan mudah bagi guru dalam melakukan pengawasan, dan memiliki tempat sampah yang tertutup dan tidak tercemar.
Taman Penitipan Anak (TPA), meliputi memiliki jumlah ruang dan luas lahan disesuaikan dengan jumlah anak, luas minimal 3 m2 per anak, memiliki ruangan untuk melakukan aktivitas anak di dalam dan luar, memiliki fasilitas cuci tangan dengan air bersih, memiliki kamar mandi/jamban dengan air bersih yang cukup, aman dan sehat bagi anak serta mudah bagi melakukan pengawasan, memiliki fasilitas permainan di dalam dan di luar ruangan yang aman dan sehat, memiliki fasilitas ruang untuk tidur, makan, mandi, yang aman dan sehat, memiliki tempat sampah yang tertutup dan tidak tercemar, memiliki akses dengan fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun puskesmas, dan PAUD kelompok usia lahir-2 tahun, memiliki ruang pemberian ASI yang nyaman dan sehat.
Satuan PAUD Sejenis (SPS) meliputi memiliki jumlah ruang dan luas lahan disesuaikan dengan jumlah anak, luas minimal 3 m2 per anak, memiliki ruangan untuk melakukan aktivitas anak didik di dalam dan luar, memiliki fasilitas cuci tangan dengan air bersih, memiliki kamar mandi/jamban yang mudah dijangkau oleh anak dengan air bersih yang cukup, aman dan sehat bagi anak, dan mudah bagi guru melakukan pengawasan, memiliki fasilitas permainan di dalam dan di luar ruangan yang aman dan sehat, memiliki tempat sampah yang tertutup dan tidak tercemar.

7) Standar pengelolaan
Standar pengelolaan PAUD merupakan pelaksanaan yang mengacu pada standar isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan. Standar Pengelolaan Pendidikan Anak Usia meliputi perencanaan program, pengorganisasian, pelaksanaan rencana kerja, dan pengawasan.
Perencanaan program merupakan penyusunan kegiatan lembaga PAUD dalam mencapai visi, misi, tujuan lembaga. Setiap satuan atau program memiliki kurikulum, kalender pendidikan, struktur organisasi, tata tertib, dan kode etik. Pengorganisasian merupakan pengaturan seluruh komponen untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan rencana kegiatan merupakan kegiatan pelaksanaan program kerja yang sudah direncanakan. Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan guna menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan anak serta kesinambungan program PAUD.
Pelaksanaan Program PAUD merupakan integrasi dari layanan pendidikan, pengasuhan, perlindungan, kesehatan dan gizi yang diselenggarakan dalam bentuk satuan atau program Taman Kanak-kanak (TK)/ Raudatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS).
Kegiatan layanan PAUD meliputi jenis layanan, waktu kegiatan, frekuensi pertemuan, rasio guru dan anak. Jenis layanan terdiri atas usia lahir – 2 tahun dapat melalui TPA dan atau SPS, usia 2 – 4 tahun dapat melalui TPA, KB dan atau SPS, dan usia 4 – 6 tahun dapat melalui KB, TK/RA/BA, TPA, dan atau SPS.
Waktu kegiatan sesuai usia dan frekuensi pertemuan terdiri atas Usia Lahir-2 tahun: satu kali pertemuan minimal 120 menit, dengan melibatkan orang tua, dan frekuensi pertemuan minimal satu kali per minggu. Usia 2-4 tahun: satu kali pertemuan minimal 180 menit dan frekuensi pertemuan minimal dua kali per minggu. Usia 4-6 Tahun: satu kali pertemuan minimal 180 menit dan frekuensi pertemuan minimal lima kali per minggu.
Rasio guru dan anak didik sterdiri atas Usia Lahir-2 tahun: rasio guru dan anak 1: 4. Usia 2-4 tahun: rasio guru dan anak 1: 8. Usia 4-6 Tahun: rasio guru dan anak 1:15.

8) Standar Pembiayaan
Komponen pembiayaan meliputi biaya operasional dan biaya personal. Biaya operasional digunakan untuk gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan yang melekat, penyelenggaraan program pembelajaran, pengadaan dan pemeliharaan sarana-prasarana, serta pengembangan SDM. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk anak dalam mengikuti proses pembelajaran. Biaya operasional dan personal dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, yayasan, partisipasi masyarakat, dan atau pihak lain yang tidak mengikat. Pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan lembaga PAUD disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.

2.3   Analisis data salah satu Lembaga PAUD yaitu PAUD QurrataA’yun
a. Data mengenai PAUD QurrataA’yun
Tanggal Berdiri: Tahun 2015
Pendiri: Hj. Khairunnisa.
Syarat penerimaan siswa: 
Kelas A dengan rentang usia 4-5 tahun 
Kelas B dengan rentang usia 5-6 tahun
Alamat PAUD: Perum Sirnabaya Indah Blok F4 No.9 RT 04/05 Teluk Jambe Timur
Jumlah murid: ±50 murid


b. Standar Proses (Kegiatan Belajar 
Di PAUD QurrataA’yun kegiatan yang diajarkan selain membaca dan menulis, ada juga pembelajaran tahfiz. Jadi, sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, pukul 07.30 WIB siswa akan mengaji terlebih dahulu. Kemudian pukul 09.00 WIB siswa akan baris-berbaris sebelum memasuki kelasnya. Setelah berbaris, siswa masuk kedalam kelasnya masing-masing persentra sampai pukul 09.30 WIB. Dan siswa pun diberi waktu 30 menit untuk istirahat. Kemudian pukul 10.00 WIB siswa harus sudah kembali kedalam ruang kelasnya. Dilanjut dengan tahfiz kembali yaitu menghafal surah juz 30 dan saat ini ditambah dengan hafalan ayat kursi. Program hafalan ini sudah berjalan sekitar 1 tahun. Dan untuk tahun kemarin, sudah menghafal sampai dengan surah Al-Bayyinah.
Kegiatan di hari Jum’at yaitu olahraga dan Bahasa Inggris. Pada mata pelajaran Bahasa Inggris sesuai dengan kelas nya masing-masing. Pada hari Jum’at kegiatan belajar mengajar hanya sampai pukul 10.00 WIB. Dan untuk setiap 2 minggu sekali akan ada ekstrakurikuler.
PAUD QurrataA’yun juga mengadakan kegiatan diluar kelas, seperti Manasik Haji, Out bound, Gebyar Paud. Sebelum masuk ke PAUD ini, juga ada yang namanya teks psikolog, yang hasil tes nya nanti untuk konsultasi antara orang tua murid dan psikolog nya tentang bagaimana cara menangani anak dirumah, dari mulai belajarnya, dan lain-lain.

c. Standar Tingkat Ketercapaian (Perkembangan siswa di PAUD QurrataA’yun)
Anak sudah mampu menghafal hingga surah Al-Baqarah. Kemudian prestasi yang diraih pernah menjuarai lomba menyanyi solo harapan 3 di Gebyar Paud, lomba mewarnai, dan lain-lain.

d. Standar Penilaian Sistem Penilaian di PAUD QurrataA’yun
Penilaian belajar pada siswa yaitu dengan memberikan bintang pada siswa yang telah mengikuti pelajaran. Selain itu ada nilai mulai berkembang, bisa sesuai harapan yang artinya anak sudah bias mengikuti, kemudian ada juga nilai bekembang sangat baik artinya anak sudah bisa mengikuti semua pelajaran yang diajarkan dan sudah bisa membantu mengajarkan temannya. Ada juga penilai membaca, jika sudah lancer maka bisamembaca buku cerita.

e. Standar Sarana dan prasana di PAUD QurrataA’yun
Sarana dan prasarana di PAUD ini masih terbilang sederhana dan tradisional, namun meski begitu hal ini dapat menunjang proses belajar mengajar. Diharapkan hal ini dapat berkembang dengan pemberian sarana dan prasarana dengan berbasis teknologi agar para peserta didik dapat mengikuti perkembangan zaman, dan para peserta didik dapat belajar mengenai IPTEK sejak dini.

f. Standar kelulusan
Para peserta didik yang telah lulus di PAUD ini biasanya mereka mampu mengafal Al-Quran dan dapat membaca serta menulis. Melalui hal seperti inilah yang membuat mereka memiliki nilai tambah, sehingga tak hayal mereka dapat diterima di SD negeri favorit di karawang.

g. Standar isi
Dalam pembelajarannya, PAUD QurrataA’yun menggunakan kurikulum yang berbasis islami. Melalui modul-modul yang dibuat oleh para pendidik, peserta didik melakukan pembelajaran setiap harinya dan menggunakan modul tersebut untuk acuan proses belajar mengajarnya.

h. Standar Biaya
Biaya SPP: 
Rp 130.000,00 untuk murid lama, dan
Rp 140.000,00 untuk murid baru.
Biaya pendaftaran: Rp 1.800.000,00 selama satu tahun pelajaran. Dan sudah mencakup biaya buku.
Dari biaya SPP ini akan digunakan untuk kebutuhan operasional lembaga dan mengaji para pendidik dan tenaga kependidikan.

i. Standar pendidik dan tenaga kependidikan.
Dalam PAUD QurrataA’yun para pendidik merupakan para lulusan S1 atau para mahasiswa yang sedang menempuh jenjang perkuliahan S1. Selain itu pendidik dituntut kemampuan bisa membaca al-quran. Karena dalam pembelajarannya PAUD QurrataA’yun mengedepankan nilai-nilai islami.

2.4  Permasalahan yang terjadi dalam Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
a. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 maupun D3
Banyak Guru yang mengajar di PAUD belum memiliki gelar S1 PAUD. Padahal pemerintah sudah mewajibkan semua guru disemua jenjang pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik S1. Masalah yang ada dilapangan ini menunjukkan banyak guru-guru yang sudah lanjut usia malas untuk melanjutkan kuliah lagi untuk mengambil S1, dan mereka pun masih menerima tunjangan profesi walaupun sudah tidak sesuai dengan ketentuan kualifikasi akademik yang berlaku saat ini. Masih banyak guru yang kualifikasinya tidak sesuai (tidak berpendidikan guru PAUD), sehingga kemampuan mereka dalam mengelola PAUD masih kurang, baik dalam merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi mengevaluasi program PAUD.

b. Sarana dan prasarana pendidikan
Banyak fasilitas di PAUD masih kurang memadai, terutama daerah-daerah yang jauh dari kota seperti atap yang bocor, bangku sekolah yang rusak, pagar yang jebol, toilet yang kurang nyaman untuk digunakan dan masih banyak lagi yang lainnya.Semua itu terjadi akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap sekolah/lembaga yang ada di daerah-daerah kecil. Selain fasilitas yang kurang memadai, kurangnya kreatifitas Guru PAUD dalam membuat media pembelajaran yang menarik dan murah.


c. Minimnya tunjangan atau gaji Guru PAUD
Masih minimnya tunjangan atau gaji guru PAUD sekarang ini, apalagi guru-guru yang berada di desa-desa kecil yang jauh dari kota. Gaji yang mereka terima sangat minim sekali, yang lebih parahnya lagi ada yang tidak digaji sama sekali. Hal ini terjadi akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap nasib guru PAUD khususnya yang ada di desa-desa. 

d. Realitas Guru PAUD
Realitas guru PAUD adalah terjadinya kesenjangan hak dan kewajiban antara guru PAUD dengan guru Non PAUD. Hak guru PAUD lebih kecil dari guru non PAUD, padahal tugas seorang guru Paud lebih berat dibandingkan dengan tugas guru Non PAUD, karena tugas guru PAUD tidak hanya mengajar dan mendidik, tetapi juga mengasah, mengasuh dan mengasihi. Sedangkan tugas guru Non PAUD hanya sekedar mengajar dan mendidik saja. Dimana guru PAUD memberikan pengajaran kepada anak-anak pada usia golden age.

e. Biaya Pendidikan di PAUD Mahal
Biaya pendidikan di PAUD terbilang mahal, jauh melebihi pendidikan dasar karena belum adanya program pemerintah yang memberikan BOP pada PAUD. Akibatnya, justru banyak orangtua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya dilembaga PAUD dan menunggu hingga usia 6 tahun kemudian masuk SD karena gratis.


f. Pemberataan PAUD di Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris yang begitu luas, tetapi karena hal inilah yang membuat Indonesia mendapatkan dampak buruk dalam pengimplementasian perintah Kemendikbud yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mulai berlaku 1 Januari 2019. Karena hal ini masih ada daerah-daerah di Indonesia yang belum memiliki Pendidikan Anak Usia Dini. 


2.5 Solusi dari permasalahan yang terjadi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Berdasarkan permasalahn-permasalahah diatas, berikut ini dipaparkan beberapa solusi dalam pemecahan permasalahannya yaitu seperti:
a. Perluasan dan Pemerataan Akses PAUD
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. 
Salah satu untuk memecahkan masalah ini, pemerintah telah membuat kebijakan tentang permasalahan ini, dimana kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum krisis.
Peluncuran program PAUD secara nasional pada pertengahan tahun 2003 dilatar belakangi oleh :1) Masih banyaknya anak usia dini di Indonesia yang belum mengenyam pendidikan Taman Kanak-kanak, 2) Alasan pemerataan pendidikan dengan adanya PAUD diharapkan dapat memberi kesempatan kepada anak-anak terutama di daerah-daerah untuk mengeyam PAUD, 3) Sebagai salah satu bentuk respon pemerintah terhadap laporan beberapa badan dunia tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. 
Menyadari hal di atas akhir-akhir ini perhatian pemerintah terhadap PAUD mengalami peningkatan yang cukup signifikan, meskipun dalam implementasinya belum optimal. Oleh karena itu peningkatan kualitas layanan pendidikan anak usia dini menjadi salah satu prioritas pembangun pendidikan nasional. Mengingat pentingnya PAUD tersebut pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatur implementasinya agar dapat dilakukan secara optimal, kebijakan yang dikeluarkan berada dalam tatanan disriptif (apa adanya), preskriptif (apa yang seharusnya) dan normative (menjunjung tinggi norma-norma).Pendidikan anak usia dini memiliki peran yang sangat menentukan. Pada usia ini berbagai pertumbuhan dan perkembangan mulai dan sedang berlangsung, seperti perkembangan fisiologik, bahasa, motorik, kognitif. Perkembagan ini akan menjadi dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu perlu dukungan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensi yang dimiliki anak.
Kondisi dan Permasalahan Akses PAUD Masyarakat Indonesia telah menyadari pentingnya pendidikan anak usia dini dan berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang telah marak di daerah perkotaan sampai pedesaan. Walaupun demikian, pendidikan di Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan dan tantangan yang perlu penanganan lebih lanjut.
Berbagai masalah yang ada, seperti: tingkat partisipasi anak usia dini (4-6 tahun) yang masih rendah, kesempatan memperoleh pendidikan anak usia dini masih belum merata dan terkonsentrasi di daerah perkotaan dan lebih diminati dan dinikmati oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas, sumber-sumber untuk pendidikan dan perawatan anak usia dini secara signifikan tidak cukup, koordinasi pembinaan pendidikan anak usia dini, kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan dari segi jumlah dan mutu (Jurnal Ilmiah, 2011: 3).

b. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing
Peningkatan mutu PAUD berkaitan erat dengan standar PAUD dituangkan dalam peraturan menteri pendidikan nasional RI : No 58 Tahun 2009 tentang standar  PAUD, yang mencakup standar tingkat pencapaian perkembangan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar isi proses dan penilaian, serta standar sarana dan prasarana pengelolaan dan pembiayaan, sedangkan untuk nonformal pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang Menu Pembelajaran Generik PAUD kebijakan-kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila disosialisasikan kepada berbagai pihak secara professional, serta adanya hubungan dan kerjasama yang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah daerah juga telah mengeluarkan kebijakan dalam pengaturan penerimaan peserta didik dan penyelenggaraan pendidikan.
Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan dapat memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya. Selain itu, upaya peningkatan mutu dan relevansi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa. Mutu pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan taqwa serta berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. 
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan nonakademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat lokal, nasional maupun global (Fadli Idris, 2015). Peningkatan mutu pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun nonformal dalam rangka mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat perkembangan peserta didik.
Pengembangan proses pembelajaran pada PAUD serta kelas-kelas rendah sekolah dasar lebih memperhatikan prinsip perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak anak dengan lebih menekankan pada upaya pengembangan kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual dengan prinsip bermain sambil belajar. Peningkatan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin memperhatikan pengembangan kecerdasan intelektual dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, dan spritual peserta didik.
Kondisi dan Permasalahan Mutu PAUD
Persepsi tentang pentingnya golden age, yaitu 80% kapasitas perkembangan dicapai pada usia lahir sampai delapan tahun dan 20% diperoleh setelah usia delapan tahun, jika persepsinya belum benar maka akibatnya banyak orangtua dan guru berlomba dengan waktu untuk memberikan pengalaman belajar melalui “kegiatan akademik”. Guru mengajar dengan menjelaskan, anak belajar melalui mendengarkan dan mengerjakan tugas yang didominasi lembar atau buku kerja anak. Anak menulis angka dan huruf/kata tanpa membangun konteks belajar terlebih dahulu. Dalam situasi ini, aspek kognitif (intelektual) memperoleh stimulasi besar, namun aspek lainnya seperti emosi, sosial dan seni hampir diabaikan. 
Ini sebagaimana yang dinyatakan dalam permasalahan kondisi PAUD dari Dirjen PAUDNI yang menyatakan:
1) Proses pembelajaran masih diwarnai dengan pengajaran baca-tulis-hitung (Calistung) dan belum sepenuhnya melalui bermain.
2) Kompetensi pendidik masih rendah: pelatihan pendidik baru menjangkau 118.018 orang (29,32%) dari 402.493 orang (diluar guru TPQ).
3) Kualifikasi pendidikan PAUD belum memadai (S1/D4 baru 15,72%).
4) Jumlah lembaga PAUD rujukan/imbas mutu masih terbatas, yaitu baru sekitar 346 lembaga (0,3%) dari 114.888 lembaga.
5) Kondisi sarana dan prasarana sebagian besar PAUD memprihatinkan (Latif dkk, 2014: 30).
Sebenarnya, bermain sebagai salah satu kebutuhan dasar perkembangan anak. Pelaksanaan pembelajaran pada AUD yang lebih terfokus pada kegiatan akademik dan mengabaikan kegiatan bermain sebagai suatu praktik PAUD yang keliru. Bermain bukan hanya sebagai “kendaraan” belajar anak. Bermain sebagai salah satu kebutuhan perkembangan anak (Yus, 2011: xi).
Situasi kelas yang menunjukkan adanya masalah, seperti anak TK tidak mau berbagi mainan bukan hanya karena anak sangat suka dengan mainan ini, tetapi dapat disebabkan tahap perkembangan anak belum sampai ke bermain bersama, walaupun usianya telah menunjukkan anak berada pada tahap perkembangan bermain bersama. Masalah ini dapat disebabkan karena kegiatan bermain yang diperoleh anak sangat minim.
c. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra 
Kebijakan tata kelola dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis kinerja baik di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah, dan manajemen berbasis sekolah (MBS), untuk membantu Pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran komite sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan.
Tahap penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang mempunyai arti dan peran penting dalam siklus perencanaan dan pengendalian. Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik, dalam artian bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran (Sa’ud dan Makmun, 2011: 261).
Pengemabangan kapasitas dewan pendidikan dan komite sekolah merupakan kegiatan yang akan terus dilakukan dalam memberdayakan partisipasi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengelola diknas. Berfungsinya kedua kelembagaan tersebut secara optimal akan memperkuat pelaksanaan tatakelola prinsip good geverment dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Pengembangan kapasitas juga akan terus dilakukan terhadap para pengurus sekolah atau satuan pendidikan nonformal lainnya untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan leadership menuju otonomi pengelolaan (Depdiknas, 2007: 48).
Kebijakan perwujudan tata kelola pemerintahan yang sehat dan akuntabel dilakukan secara intensif melalui:
1) Sistem Pengendalian Internal (SPI), Pemerintah mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan kerja dalam mengelola kegiatan pelayanan pendidikan seharihari;
2) Pengawasan Masyarakat, pengawasan masyarakat dilakukan langsung oleh individu-individu atau anggota masyarakat yang mempunyai bukti-bukti penyalahgunaan wewenang sejalan dengan pembagian kewenangan antartingkat pemerintahan berdasarkan otonomi dan desentralisasi;
3) Pengawasan Fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pengawasan fungsional dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Keuangan RI, dan BPKP terhadap hasil pembangunan pendidikan;
Untuk peningkatan efisiensi dan mutu layanan, diperlukan pengembangan kapasitas daerah serta penataan tata kelola pendidikan yang sehat dan akuntabel, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun tingkat kabupaten/kota. 
Dalam kaitan itu, pemerintah daerah lebih berperan dalam mendorong otonomi satuan pendidikan melalui pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu (Fadli Idris, 2015). Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik PAUD. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu laporan dan pertanggungjawaban para pengelola pendidikan yang lebih trasparan dan dapat dipercaya terhadap pelaksanaan pendidikan. 
Meningkatkan kualitas data dan informasi pendidikan yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya dalam upaya mendukung sistem pembuatan kebijakan dan keputusan yang menyangkut manajemen pembangunan di daerah. Meningkatkan peran serta masyarakat, dunia perusahaan, dan stakeholder pendidikan lainnya yang diarahkan pada kebersamaan memikul tanggung jawab antar pemerintah, masyarakat, dan peserta didik sebagai bagian dari subyek pembelajaran, yang dinamis, adaptif, dan penuh inisiatif.
Merintis pembangunan, dan mengembangkan inovasi-inovasi pendidikan yang lebih bersifat antisipatif kearah peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan. Dalam rangka menciptakan sekolah yang memiliki tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik sekolah TK/ RA yang ideal dapat dilakukan dengan beberapa hal, yakni; 
Pertama, Otonomisasi dan Desentralisasi, Prinsip otonomisasi dan desentralisasi ditegaskan pada GBHN 1999-2004 tentang pendidikan yang mencakup tujuh hal. Pertama, perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu; kedua, peningkatan kemampuan akademik, profesional dan kesejahteraan tenaga kependidikan; ketiga, pembahasan sistem pendidikan sebagai pusat nilai sikap, kemampuan dan partisipasi masyarakat; kelima, pembahasan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi, dan manajemen; keenam, peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan masyarakat; dan ketujuh, mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh (Azra, 2002: 5).
Otonomi Manajemen Sekolah mencakup perencanaan penyelenggaraan pendidikan, dimana kewenangan dan tanggung jawab atas berfungsinya sekolah itu sangat bergantung pada kapasitas internalnya, dengan tidak bermaksud menghilangkan tanggungjawab kantor kementrian atau institusi yang membawahkan sekolah. Tujuannya adalah bagaimana institusi sekolah mampu menjadi wadah pembagunan manusia seutuhnya (Danim, 2010: 102).
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
KeduaManajemen Berbasis Sekolah Manajemen berbasis sekolah atau madrasah merupakan tuntutan dari dari diterapkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi bidang pendidikan ini secara mikro lebih dikenal dengan otonomi sekolah atau desentralisasi pengelolaan sekolah yang berarti pengelolaan pendidikan berdasarkan kebutuhan sekolah / masyarakat.
KetigaManajemen Berbasis Masyarakat, Menurut Winanrno Surakhamdan dan dikutip oleh Zubaidi konsep Pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat atartinya pendidikan memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. 
Pendidikan oleh masyarakat atinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek atau pelaku pendidikan, bukan obyek pendidikan, pada konteks ini masyarakat dituntut berperan aktif dalam setiap program pendidikan. Dengan kata lain, masyarakat harus diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola, dan menialai apa saja yang diperlukan secara spesifik didalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri (Hidayat dan Machali, 2012: 252).


Membangun Citra Publik PAUD yang baik
Dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan, maka suatu lembaga pendidikan dalam hal ini lembaga PAUD perlu melakukan pendekatan terhadap masyarakat dengan menunjukkan citra positif. Menurut Alma Citra adalah impresi perasaanatau konsepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, mengenai suatu obyek, orang atau mengenai lembaga. Citra tidak dapat dicetak seperti mencetak barang, akan tetapi citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan, pemahaman seseorang sesuatu (Hidayat dan Machali, 2012:248). Oleh karena itu, untuk mendapatkan perhatian masyarakat maka sekolah haruslah menciptakan citra publik yang mengesankan.
Citra terbentuk dari bagaimana lembaga melaksanakan kegiatan operasionalnya yang mempunyai landasan utama pada segi layanan. Citra juga terbentuk berdasarkan impresi, berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu, sehingga membagun suatu sikap mental. Sikap mental inilah yang nantinya digunakan sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian publik dalam rangka pembentukan image terhadap lembaga pendidikan, baik melalui daya tarik fisik maupun daya tarik yang bersifat akademis, religius. Dengan demikian maka sekolah harus berusaha menciptakan image positif dihati masyarakat sehingga masyarakat dapat membuat keputusan untuk mendaftarkan putra putri mereka masuk kelembaga pendidikan tersebut.
Citra Publik Sekolah/Madrasah, TK/RA atau lembaga lainnya tidak kalah penting dalam peningkatan mutu pendidikan, hal yang dapat dilakukan dalam peningkatan citra publik untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan sosial.
2. Pendekatan kebutuhan ketenaga kerjaan.
3. Pelayanan sekolah.
4. Daya tarik fisik.
Seiring berjalannya waktu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terbaru sebagai penyempurna renstra sebelumnya, yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan yaitu Kerangka Strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2014/2019 yang berisi:
Strategi 1, Penguatan Pelaku Pendidikan dan Kebudayaan dengan cara: 1. Menguatkan siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan pemimpin institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan; 2. Memberdayakan pelaku budaya dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan; 3. Fokus kebijakan diarahkan pada penguatan perilaku yang mandiri dan berkepribadian
Strategi 2, Peningkatan Mutu dan Akses dengan cara: 1. Meningkatkan mutu pendidikan sesuai lingkup Standar Nasional Pendidikan untuk mengoptimalkan capaian Wajib Belajar 12 tahun; 2. Meningkatkan ketersediaan serta keterjangkauan layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang terpinggirkan; 3. Fokus kebijakan didasarkan pada percepatan peningkatan mutu dan akses untuk menghadapi persaingan global dengan pemahaman akan keberagaman, penguatan praktik baik dan inovasi.
Strategi 3, Pengembangan Efektifitas Birokrasi Melalui Perbaikan Tata Kelola Dan Pelibatan Publik dengan cara: 1. Melibatkan publik dalam seluruh aspek pengelolaan kebijakan dengan berbasis data, riset dan bukti lapangan; 2. Membantu penguatan kapasitas tata kelola pada birokrasi pendidikan di daerah; 3. Mengembangkan koordinasi dan kerjasama lintas sektor di tingkat nasional; 4. Fokus kebijakan dimulai dari mewujudkan birokrasi Kemendikbud RI yang menjadi teladan dalam tata kelola yang bersih, efektif, dan efisien serta melibatkan publik (Hanafi, 2015)
d. Pemerintah harus memberikan dorongan serta motivasi 
Hal ini dimaksudkan agar guru-guru PAUD yang belum memiliki gelar minimal S1 untuk melanjutkan pendidikannya. Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan beasiswa bagi guru-guru PAUD untuk melanjutkan studi nya.

e. Para pendidik dan tenaga kependidikan dapat bersikap lebih profesional
Dengan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia untuk lembaga PAUD, sebagai seorang guru hendaknya lebih profesional lagi dalam proses belajar mengajar dan kreatifitasnya ditingkatkan lagi, menciptakan media pembelajaran sendiri tanpa harus membeli, hanya modal kreatif dan alat bekas sudah akan terciptanya media pembelajaran yang bagus dan menarik bagi anak. 

f. Peningkatan kesejahteraan guru PAUD di plosok daerah
Pemerintah pusat seharusnya lebih memperhatikan nasib guru PAUD khususnya yang diaerah terpencil yang jauh dari kota, hendaknya pemerintah lebih bijaksana dalam menanggapi hal ini, karena ini akan berdampak kepada masa depan lembaga PAUD selanjutnya. Dengan memberikan tunjangan dan pengangkatan guru PAUD dengan jalur spesial karena mereka mengajar di plosok daerah hal ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan para guru PAUD.











BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) secara umum adalah suatu upaya pembinaan yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan kepada anak sejak lahir sampai dengan berusia enam tahun. PAUD  bertujuan  untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 
Pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya membuat PAUD lebih terangkat lagi, diantara kebijakan tersebut yaitu: Kemendikbud memerintahkan dan mewajibkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mulai berlaku 1 Januari 2019. Pada pasal 5, dijelaskan bahwa tiap kabupaten/kota wajib memiliki SPM pendidikan, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini (PAUD). Fasilitas PAUD ini bisa dimanfaatkan untuk anak usia 5-6 tahun.
Namun dalam merealisasikannya terdapat permasalahan-permasalahan baik yang berasal dari faktor intermal mauoun ekternal lembaga PAUD itu sendiri. Permasalahan ini menyangkut Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 maupun D3, sarana dan prasarana lembaga, pemerataan program PAUD, dll. Dalam permasalahan ini pemerintah telah membuat pemecahan masalah yaitu melalui kebijakan yang mereka buat seperti Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra, melakukan pemerataan program lembaga PAUD satu desa satu PAUD, pemberian dorongan dan motivasi kepada pendidik, dll.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara melakukan pembayaran Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa UNSIKA terbaru

Perbedaan antara ~서 , ~(기) 때문에 dan ~(으)니까

New Blog